02/08/10

Pembenihan Ikan Nila dan Adaptasinya ke Air Asin

@Ibnu Sahidhir

                      Ikan Nila adalah satu spesies ikan air tawar yang sangat tepat untuk menunjang ketahanan pangan di Indonesia. Ikan Nila memijah sepanjang tahun dan mampu hidup dalam rentang salinitas 0-35 ppt. Tujuan dari tulisan ini adalah menyajikan teknik pembenihan Ikan Nila yang umum dilakukan. Tulisan dibuat dengan menggunakan metode pustaka dan ditambah hasil pengamatan di lapangan. Pembenihan Ikan Nila dapat dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana sampai dengan yang paling rumit. Proses pemijahan Ikan Nila secara massal adalah teknik yang paling sederhana. Teknik ini disukai petani karena sederhana, murah dan hanya membutuhkan keterampilan umum. Induk ditebar setelah beberapa minggu benih dapat dipanen. Letak keefisiensinya yakni benih langsung memanfaatkan pakan alami yang berada di kolam. Pada teknik ini, pemanenan benih dapat dilakukan pada saat fase burayak atau yuwana. Teknik berikutnya yang lebih intensif adalah pemijahan di hapa dan bak. Kedua teknik ini membutuhkan pakan buatan lebih banyak untuk pematangan induk. Pergantian air yang cukup semakin mempertinggi padat tebar pemijahan. Teknik yang paling intensif adalah mengumpulkan telur dari mulut dan menetaskannya dalam egg incubator khusus. Benih Ikan Nila hasil pemijahan di air tawar dapat diadaptasikan ke air payau secara bertahap dengan kenaikan salinitas 5 ppt/hari.




Kata-kata kunci :  pembenihan Ikan Nila, adaptasi salinitas

PEMBENIHAN IKAN NILA
DAN ADAPTASI BENIH IKAN NILA KE AIR ASIN

Makalah disampaikan pada Temu Lapang ACIAR-BBAP Ujung Batee
Samalanga, Bireuen, 12 November 2009

Oleh :
Ibnu Sahidhir

BAB. I. PENDAHULUAN
1.1.      Latar  Belakang

Ikan Nila bersifat omnivor (cenderung ke herbivor) sehingga sangat efisien dalam perpindahan energi ekosistem. Pertumbuhan Ikan Nila dapat dipercepat dengan nutrisi yang tepat bahkan dapat distuntingkan (peniadaan pemberian pakan dalam selang waktu tertentu tanpa menghilangkan kemampuan tumbuhnya). Pembudidayaan Nila di tambak air payau yang secara umum berada di ekosistem rawa  air asin telah banyak menunjukkan keberhasilan. Sekarang ini hampir 200 ribu ton Ikan Nila hasil akuakultur adalah produk tambak (FAO, 2006). Oleh karena itu keberhasilan pembenihan Nila sebagai hulu kegiatan pembesaran menjadi sangat penting dan mendesak

            Ikan Nila dikaruniai daya hidup yang sangat tinggi. Ikan Nila mulai bereproduksi pada umur 3-6 bulan dan berlaku sepanjang tahun. Ikan Nila dapat hidup dalam rentang salinitas sangat lebar yakni 0-40 ppt, dan masih bereproduksi teratur pada air payau.

            Keunggulan lainnya adalah Ikan Nila sangat mudah memijah. Karena sering memijah saat dipelihara, sifat ini membuat padat tebar kolam menjadi terlalu tinggi dan pada akhirnya menurunkan pertumbuhan rata-rata individu. Gangguan ini dapat diatasi dengan pengelolaan yang baik. Ada beberapa metode hatcheri yang dapat diikuti atau diadopsi, dari yang paling sederhana sampai dengan yang lebih rumit. Pilihan metode tergantung pada kemampuan keuangan dan teknis dari petani.

            Penurunan hasil pertambakan udang memicu berbagai pihak untuk beralih ke komoditas Ikan Nila. Teknik adaptasi benih Ikan Nila yang dipelihara di air tawar ke payau menjadi cukup urgen.
             
1.2.      Tujuan
1.   Menjelaskan tentang metode dan teknik pembenihan Ikan Nila yang telah teruji.
2.   Menjelaskan tentang teknik adaptasi Ikan Nila air tawar ke air payau


II. METODE PENULISAN

Tulisan ini dibuat dengan menggunakan metode pustaka. Rujukan diambil dari beberapa sumber seperti laporan, jurnal, buku dan internet. Data primer dikumpulkan dengan observasi pembenihan Ikan Nila di Divisi Pembenihan Ikan Nila BBAP Ujung Batee
.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Biologi Reproduksi Ikan Nila

Menurut Nandlal dan Pickering (2004) taksonomi Ikan Nila adalah sebagai berikut :

filum        : Chordata
sub filum : Vertebrata
kelas        :  Osteichthyes
ordo         :  Perciformes
family      :  Cichlidae
genus       :  Oreochromis
species     :  Oreochromis sp.


Ciri fisik Ikan Nila yakni bertubuh pipih ke samping; jenis sisik cycloid. Lengkung insang pertama 27-33 tapis insang;  Lateral line putus;  jari kasar dan halus pada sirip punggung menyatu dengan jari kasar 16 - 17 dan halus 11-15. Sirip ekor memiliki jari kasar 3 dan halus 10-11 rays. Sirip ekor membulat.  Pada musim memijah berwarna kemerahan pada sirip ekor anal dan dorsal; sirip ekor memiliki banyak garis hitam. 

Keluarga oreochromis memiliki sifat khusus yakni induk betina mengerami telur di mulutnya sampai beberapa hari setelah menetas. Ikan Nila mulai memijah pada ukuran >50 gr atau berumur sekitar >4 bulan. Ikan Nila memijah kembali berselang 5 minggu. Induk betina mampu menghasilkan telur 600 (50 gr)-7500 (5 kg) butir sekali memijah.

Proses pemijahan diawali dengan pembuatan sarang oleh Nila jantan dengan cara menggali dan membuat lingkaran wilayah pemijahan di tanah. Lingkaran pemijahan berdiameter sekitar 2 kali panjang tubuhnya. Setelah berhasil mendapatkan pasangan betina matang kelamin untuk memijah maka Nila jantan kemudian merangsang betina untuk meletakkan telur-telurnya di sarang. Nila jantan  kemudian membuahi telur tersebut. Telur diambil dengan mulut oleh Nila betina untuk ditetaskan. 

            Induk jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah dengan melihat lubang-lubang pengeluaran di sekitar anus. Di sekitar anus, Induk jantan memiliki 2 lubang yakni lubang depan sebagai alat keluar sperma dan kencing sedangkan lubang kedua berfungsi untuk keluar kotoran. Induk betina memiliki 3 lubang yakni lubang pertama untuk keluar kencing, lubang kedua untuk keluar telur dan lubang ketiga untuk keluar kotoran.
           
Ciri-ciri induk jantan/betina yang dipilih harus memenuhi kriteria; satu macam warna, tidak cacat bawaan, relatif tahan penyakit, pertumbuhan dan efisiensi pakan bagus, fekunditas tinggi (jumlah telur/gr), perbandingan panjang/lebar/tebal proporsional.

4.2. Metode Pembenihan Ikan Nila

             Ada beberapa metode hatcheri yang dapat diikuti atau diadopsi, dari yang paling sederhana sampai dengan yang lebih rumit. Pilihan metode tergantung pada kemampuan keuangan dan teknis dari petani.
             
1.      Pembenihan Ikan Nila di Kolam Terbuka

Proses pemijahan massal ini disukai petani karena sederhana, murah dan hanya membutuhkan keterampilan umum, benih langsung memanfaatkan pakan alami yang berada di kolam.

a.  Metode Pengumpulan Benih
         
Metode ini menggunakan kolam luas sebagai tempat pemijahan sekaligus pembesaran benih. Induk ditebar ke kolam, dibiarkan bertelur dan benih dibiarkan tumbuh besar secara alami. Benih Nila dikumpulkan dengan pengeringan air atau jebakan anco pada hari ke-30 s.d. hari ke 45 setelah penebaran induk. Berat induk yang digunakan berkisar dari 50gram - 1.000gram. Perbandingan jantan/betina yang digunakan 1:3 dengan padat tebar 100-200 kg / ha atau dengan perhitungan 1 ekor induk/m2.

b.  Metode Pengumpulan Burayak
          
Metode ini menggunakan kolam dengan ukuran lebih kecil dan dangkal (200-1200 m2, kedalaman air 40 cm - 60 cm). Pengumpulan burayak dimulai pada hari ke-10 hingga hari ke-21 setelah penebaran induk. Kemudian burayak dibesarkan dalam kolam pemeliharaan benih sampai berumur 40 hari. Padat tebar induk 4 ekor/m2 dengan 50 gr-250gr.


2.      Pembenihan Ikan Nila di Hapa
         
Hapa dibuat dari kelambu bermata halus sekitar 1 mm. Hapa dibuat berukuran 3m x 3m x 1,5. Padat tebar induk 4 ekor/m2 dengan perbandingan jantan/betina 1:3, berat induk 50 gram-250 gram. Pakan harus diberikan cukup pada metode ini karena kurangnya makanan alami dan keterbatasan ruang. Induk Peternak diberi pakan dengan kadar protein minimal 25% sebanyak 3-5% dari total berat badan per hari. Pengumpulan burayak dapat dilakukan 2 minggu setelah penebaran induk.



3. Pembenihan Ikan Nila di Bak
        
 Ikan Nila juga dapat memijah di bak beton. Namun, harus dipertimbangkan penggunaan aerator dan frekuensi penggantian air untuk mempertahankan kualitas air. Pakan harus cukup diberikan seperti pada metode hapa. Padat tebar induk sekitar 7 ekor/m2 dengan rasio jantan/betina 1:3, berat induk  50 gram hingga 1 kg. Kedalaman air bak berkisar 50-70 cm. Burayak mulai dikumpulkan pada hari ke 10.

a. Pemanenan telur dan larva ikan nila

Pemanenan telur dan larva bertujuan untuk mendapatkan telur dan larva hasil pemijahan induk nila. Pengambilan telur dan larva hasil pemijahan akan diperoleh telur/larva sebanyak 1-12 butir telur/larva per gr induk. Proses panen telur/larva yang masih dierami induk betina memerlukan peralatan seperti serok kasar (MS 1 inch), serok lembut (MS 1 mm) dan waskom plastik.

Air di bak pemijahan diturunkan sampai kedalaman 10 cm. Induk betina pengeram memiliki ciri mulut membesar dan tertutup. Induk betina yang mengerami telur atau larva diambil dengan serok kasar pada lapisan pertama dan serok lembut pada lapisan kedua. Telur/larva diambil dari mulut induk betina dengan mengocok mulut betina dalam air di waskom. Telur/larva hasil pengocokan dihitung kemudian dibersihkan dari kotoran, telur tak dibuahi dan larva mati/lemah. Hasil dicatat dalam catatan harian fekunditas relatif dan daya tetas. Telur ditempatkan dalam corong penetasan (conical incubator) dengan kepadatan 500 butir telur/L. Larva ditempatkan dalam akuarium dengan kepadatan 100 ekor/L. Induk betina yang telah diambil telur/larva tersebut diukur panjang beratnya lalu dipindahkan ke dalam wadah pematangan induk.


b. Pemeliharaan larva ikan nila

Pemeliharaan larva bertujuan untuk merawat larva sampai dengan ukuran cukup besar untuk dibesarkan di kolam atau untuk tahap pendederan berikutnya. Hasil akhir pemeliharaan larva yakni diperoleh benih nila berukuran panjang 3-5 cm, berat 1-2 gr dan kelulushidupan >95% dalam waktu 30 hari.  Hasil pembenihan nila diharapkan memenuhi ketentuan standar nasional Indonesia. Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa goyang dan pipa outlet yang dibungkus dengan hapa meshsize 1 mm. Bak pemeliharaan larva diisi air dengan ketinggian 10 cm. Larva yang telah habis kuning telur diambil dari akuarium dengan serok halus mesh size 1 mm lalu ditempatkan dalam bak pemeliharaan larva. Larva ditebar dengan kepadatan maksimal 5 ekor/L.

Pakan yang diberikan berupa pakan benih nila kadar protein 35%-50% yang telah diblender sebanyak 20%-50% berat tubuh atau diberikan berlebih (ad libitum). Pakan diberikan pada pagi, siang dan sore hari. Pada awal minggu ke-2 dilakukan penambahan ketinggian air 3 cm/hari. Setelah air mencapai ketinggian 40 cm dilakukan pergantian air sebanyak 30%/hari.
    
c. Pemanenan dan pengepakan benih ikan nila

Pemanenan benih bertujuan mengumpulkan benih untuk dijual atau didederkan lebih lanjut. Pemanenan benih nila diusahakan kematian karena penanganan panen kurang dari 1%. Peralatan panen yang perlu disiapkan adalah serok benih, hapa panen, waskom, plastik packing, tabung oksigen. Air diturunkan dengan mencabut pipa goyang. Benih diserok sedikit demi sedikit ketika air tersisa sedalam 5 cm. Benih ditaruh dalam waskom kemudian dikumpulkan dalam hapa panen yang telah disiapkan pada bak lain. Benih yang sulit diserok atau tersisa sedikit dapat dipanen lewat lubang outlet dengan mencabut pipa outlet bagian dalam bak.

Benih kemudian dibersihkan dengan air mengalir. Packing dilakukan dengan pembagian volume air dan oksigen 1:2. Kepadatan packing dalam plastik 1 kg untuk pengiriman benih nila selama <12 jam yakni; ukuran 2-4 cm sejumlah 200 ekor, 3-5 sejumlah 150 ekor, 6-8 cm sejumlah 100 ekor.

Pembenihan ikan Nila di bak lebih dapat dikontrol dari sisi kualitas air (suhu, DO, pH, kotoran), kualitas benih, dan treatment penyakit. Pengamatan terhadap induk di bak terkontrol lebih mudah dibandingkan di kolam luas. Endapan kotoran dapat disipon dengan mudah dan pergantian air tidak memerlukan waktu lama (penting terutama ketika terjangkit penyakit). Jumlah telur/larva dapat diukur langsung dari induk yang mengeram, sehingga dapat diketahui produktifitas induk dan kualitas telur (daya tetas dan diameter telur). Satu kerugian pembenihan di bak yakni induk dan benih tidak memperoleh pakan alami sebagaimana di kolam, sehingga kebutuhan nutrisi harus dipenuhi seluruhnya dari pakan buatan. Berikut ini adalah standar nasional kriteria kuantitatif untuk benih Ikan Nila:

4.3. Adaptasi Salinitas pada Ikan Nila

            Beberapa penelitian menyatakan bahwa ikan nila dapat hidup di perairan tawar hingga laut, dengan rentang salinitas 0 – 35 ppt. Dimana, untuk hidup di salinitas yang lebih tinggi dari perairan tawar, ikan nila harus mengalami proses  aklimatisasi terlebih dahulu.

Hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengaruh pertumbuhan ikan nila terhadap perbedaan salinitas adalah berbeda-beda. Ada yang menyatakan bahwa seiring dengan pertambahan salinitas, terjadi penurunan tingkat pertumbuhan. Namun beberapa peneliti ada yang berpendapat kemampuan pertumbuhan ikan nila di air payau dan air laut lebih cepat daripada di air tawar. Peneliti lain mengatakan hal ini tergantung strain pakan dan lingkungan.

Ikan Nila pada umumnya hidup di air tawar. Kondisi cairan sel ikan air tawar memiliki kepekatan lebih tinggi dibanding media hidupnya. Air masuk ke dalam tubuh  Ikan Nila dari berbagai permukaan tubuh. Untuk mengatasinya Ikan Nila harus banyak kencing dengan resiko kehilangan garam. Sel klorid dalam insang yang membantu transport garam ini kembali.

Pada air payau atau laut,  kondisi menjadi terbalik yakni cairan internal sel bersifat kurang pekat dibanding media hidupnya. Hal ini memungkinkan terjadinya dehidrasi sel, sehingga Ikan Nila harus banyak minum dan sedikit kencing. Akibatnya garam dalam tubuh menjadi meningkat. Namun perkembangan sel klorid yang cepat dan mencukupi mampu mengatasi hal ini dengan cara transport aktif garam.

Sidat air tawar yang diadaptasikan dari perairan tawar menuju perairan laut membutuhkan waktu 2 - 4 hari untuk penyesuaian cell chloride pada insang atau 7 – 10 hari untuk meningkatkan cell chloride. Insang berkembang menjadi tipe insang yang sesuai untuk air laut dalam waktu satu bulan setelah proses aklimatisasi.

Kemampuan euryhaline Ikan Nila didukung oleh perkembangan sel klorid pada insang, perbaikan permeabilitas usus dan daya saring ginjal terhadap garam. Perubahan ketiga organ tersebut berlangsung secara bertahap umumnya mampu menoleransi perubahan maksimal 5 ppt/hari. Cara adaptasi Ikan Nila (benih dan dewasa) adalah dengan menaikkan salinitas air secara bertahap maksimal 5 ppt/hari.

Salinitas berpengaruh penting terhadap reproduksi dan pertumbuhan. Ikan Nila tidak akan memijah pada salinitas >30 ppt. Pertumbuhan benih Ikan Nila semakin baik seiring bertambahnya kadar garam (sampai 30 ppt) karena terangsangnya hormon pertumbuhan (somatotrop).


UCAPAN TERIMA KASIH

Para penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan staf Divisi Pembenihan Tilapia BBAP Ujung Batee atas seluruh data dan informasi tentang pembenihan Ikan Nila di bak.


DAFTAR PUSTAKA

BFAR. 1997. Tilapia Hatchery and Nursery Management. Volume 4, No. 3, December 1, 1997. 19 p.
Harun. 2007. Best Management Practice for Tilapia Aquaculture. BPTP dan UN-FAO. 21 p.
Nandlal, S., and Pickering, T. 2004. Tilapia fish farming in Pacific Island countries. Volume 1. Tilapia hatchery operation. Noumea, New Caledonia: Secretariat of the Pacific Community. 32 p.
NFFTC. 2000. Tilapia Hatchery Management. NFFTC Aqua-Leaflet No.2000-05. 6p.
Nurmahdi. 2008. Tilapia Fish Breeding Management BPTP dan UN-FAO. 15 p.
Sipe, M. 2004. Hatchery Manual Fish Farming at Home for Fun and Profit. Tilapia Aquaculture International. Palmetto, Florida, USA. 87 p.
Sucipto, A. 2007. Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis sp.). Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. 9 p.