24/10/16

Strategi Menggarap Tambak yang Terbengkalai



Lahan adalah modal yang sangat berharga dan semakin sulit diperoleh ketika manusia semakin padat. Namun seringkali hal ini disia-siakan. Jika Anda turun ke beberapa daerah pertambakan, sering terlihat lahan tambak tak terawat dan tak dihuni biota budidaya. Sebagian petambak mungkin putus asa terhadap bisnis ini. Penyebabnya mungkin karena margin keuntungan menurun atau memang telah gagal mengatasi permasalahan teknis. Atau bisa juga karena mereka berpindah ke bisnis lain yang lebih menjanjikan lalu meninggalkan tambaknya tak terurus. Tulisan ini menyajikan strategi memanfaatkan tambak terbengkalai agar memproduksi udang dan ikan kembali. Bagian anda, sebagai pemilik atau penyewa tambak, adalah menghitung lebih dalam lagi sisi ekonomi masing-masing alternatif solusi.
Berdasarkan sejarahnya, tambak pertama dibuat untuk budidaya ikan bandeng di Asia Tenggara. Udang secara tidak sengaja masuk ke dalam tambak bandeng saat air pasang dan dipanen sebagai hasil sampingan dari bandeng. Kemudian seiring dengan harga yang lebih tinggi akhirnya udang dibudidayakan sebagai komoditas utama. Sering sistem polikultur tetap dipertahankan. Saat itu bertambak selalu menguntungkan karena biaya petambak hanya membuat pematang dan gerbang air. Kondisi menjadi berubah setelah petambak mencoba peruntungan yang lebih besar. Tambak yang dangkal ini diberi benih ikan dan udang lebih banyak, digenjot dengan pakan buatan. Sifat alamiah tambak tersebut tidak dipikirkan.
Daya dukung tambak alami sebenarnya rendah karena alasan sederhana, airnya dangkal, sehingga tambak alami tidak pernah menghasilkan udang dalam hitungan ton. Cahaya matahari yang tinggi intensitasnya mampu mencapai dasar tambak, sehingga suhu tanah tambak meningkat. Perbandingan yang besar antara luas permukaan dan volume air tambak menyebabkan mudahnya suhu air naik tinggi saat siang dan menurun drastis menjelang pagi. Udang, terutama windu yang suka membenamkan diri di sedimen menjadi tidak betah dan akan berkumpul di bagian tambak yang sengaja diperdalam. Situasi ini hanya bisa dimanfaatkan oleh tanaman air. Fitoplankton kurang berkembang karena terhambat oleh cahaya yang terlalu terang.  Kondisi pH yang naik saat sore hari disebabkan karbondioksida disedot oleh tanaman air. Oksigen memang ditambahkan oleh tanaman air namun tak seimbang dengan oksigen yang dilepas ke udara karena suhu terlalu panas. Dengan demikian oksigen semakin turun saat suhu naik. Sungguh ironi karena ikan membutuhkan oksigen lebih banyak saat suhu tinggi. Sama pula dengan udang, ikan akan lebih suka menghuni caren, bagian tambak yang lebih dalam. Permukaan yang luas menyebabkan evaporasi tinggi sehingga salinitas mudah naik. Dengan menyebutkan beberapa faktor tersebut saja telah dapat diperkirakan bahwa jumlah ikan yang dapat ditebar di tambak dangkal pasti lebih sedikit.
Membudidayakan rumput laut
Tambak dangkal tidak berarti tidak bisa digunakan. Intensitas cahaya matahari yang tinggi di tambak dangkal dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut. Tonase dari hasil budidaya rumput laut akan jauh lebih tinggi dibanding memelihara ikan dan udang.  Jenis Gracillaria verrucosa cocok untuk tambak liat berlumpur dengan salinitas sedang sampai laut. Sedangkan Eucheuma cottoni dan Caulerpa lentillifera dapat hidup dengan baik di tambak liat berpasir dengan sedikit sedimen lumpur. Keduanya lebih menyukai perairan yang mendekati air laut. Rumput laut dapat dipanen pada umur 45 hari, dengan produksi 10 kali lipat dari bibit awal. Sepuluh persen sisanya dapat ditanam kembali. G. Verrucosa dan E. Cottoni adalah bahan baku untuk agar dan karagenan. Sedangkan C. lentillifera berguna sebagai bahan makanan manusia. Di Sulawesi Selatan yang dikembangkan oleh BPBAP Takalar C. Lentillifera sangat laku di pasaran dan sepertinya harus dimasyarakatkan ke daerah lain. Di Aceh, jenis ini telah berkembang baik di tambak BPBAP Ujung Batee.
Memperdalam tambak
Bagi kocek petambak yang dalam memperdalam tambak bisa sebagai sebuah solusi. Tambak yang baru digali tidak bisa langsung dipakai tapi perlu dibilas beberapa kali agar keasaman tanah tambak berkurang. Keuntungan tambak dalam adalah pada kestabilan kualitas air. Tambak dalam menyerap dan melepas panas lebih lambat. Suhu yang lebih stabil menyebabkan fitoplankton lebih stabil, begitu pula pH, oksigen dan salinitas. Kedalaman tambak minimal 80 cm di seluruh areal tambak yang dipakai. Dengan menambah kedalaman, kepadatan ikan dan udang dapat ditambah. Bagi ikan dan udang yang mampu menghuni berbagai kedalaman air, kepadatan efektif tidak lagi diperhitungkan berdasarkan luas tetapi merujuk pada volume tambak. Kepadatan ikan dan udang pada ketinggian air 2 m bisa 2 kali lipat dari kepadatan ikan dan udang dengan ketinggian 1 m. Volume air tambak inilah yang menyediakan oksigen, sebagai tempat pakan alami hidup dan media pengenceran kotoran.
Melapisi dengan plastik
Petambak bermodal besar bisa menghilangkan efek tanah dengan melapisi tanah tambaknya dengan plastik. Ada beberapa alternatif plastik seperti mulsa dan HDPE geomembran. Untuk hal ini petambak dapat menghubungi langsung perusahaan yang berspesialisasi di pelapisan plastik untuk tambak.
Menyiapkan tambak pengendapan
Tambak umumnya berada pada jalur sedimentasi yakni menerima limpasan dari sungai. Sedimentasi berupa lumpur mengisi tambak terus menerus sehingga sering tambak yang terlihat dangkal, amblas beberapa puluh sentimeter setelah diinjak. Kondisi lumpur yang berlebihan jelas mengganggu pernapasan udang. Masalah lumpur dapat dikurangi dengan penyediaan tandon. Di tandon juga dapat ditempatkan rumput laut dan kerang. Rumput laut mengeluarkan zat koagulan yang memudahkan partikel lumpur mengendap. Setelah lebih jernih air dapat digunakan untuk budidaya.
Ikan untuk perbaikan lahan
Solusi ini cocok untuk tambak tanah. Sebagian tambak udang menganggur karena permasalahan penyakit yang sulit diatasi. Tambak seperti ini patut diistirahatkan. Tambak dapat diistirahatkan total atau ditebar ikan tanpa pakan. Ikan memutus siklus hidup penyakit ikan di tambak. Ikan nila dapat dipelihara tanpa pakan. Kepadatan keduanya harus rendah yakni 10ribu ikan nila per ha. Ikan nila punya kebiasaaan memakan lumpur. Banyak organisme dasar tambak yang diperoleh nila dari kebiasaan ini. Bahan organik dalam sedimen juga ikut tercerna. Dengan begitu pemberian ikan nila dapat menurunkan bahan organik di tambak dengan lebih cepat bila dibandingkan dengan pembiaran atau dekomposisi alami saja. Ada pendapat yang mengatakan bahwa lendir nila mengurangi keganasan pathogen di tambak. Namun saya sendiri berasumsi bahwa kebiasaan makan serasah inilah yang sebenarnya menurunkan pathogen yang terkumpul di sedimen, seperti diketahui lambung nila cukup asam untuk menghancurkannya.
Namun, ikan nila perlu diadaptasi dulu ke air asin agar dapat hidup normal. Ikan nila juga cepat beranak pinak dan memenuhi tambak. Solusinya, pakai ikan nila jantan dengan cara dipilih kasatmata karena metode hormon dan jantan super tidak efektif 100%.
Ikan air tawar lain yang dilaporkan dapat beradaptasi dan tumbuh di air payau adalah ikan mas dan gurame. Kebiasaan makan yang sama dengan nila seharusnya efeknya juga tak jauh beda. Sedangkan ikan gurame lebih suka tanaman air seperti ikan bandeng lebih suka tanaman air. Tanaman air dapat menyerap fosfat yang terikat di sedimen, sehingga kandungan fosfat akan berkurang jika tambak diberi ikan bandeng. Dengan demikian bandeng dan gurame kurang cocok jika ditujukan untuk mengurangi bahan organik tanah.
Membuat Petakan dalam Petakan
Jika modal terbatas dan hanya sebagian lahan tambak yang mampu diberdayakan, maka bisnis pendederan lebih layak. Bagian tambak yang dalam, biasanya caren di tepian, dapat dibuat petakan untuk usaha pendederan. Dengan demikian walaupun tidak semua, sebagian tambak tetap bermanfaat. Pendederan juga membutuhkan volume air yang lebih sedikit. Sehingga lokasi tambak yang sedikit memperoleh pasokan air tetap dapat diberdayakan.
Pendederan membutuhkan waktu yang singkat. Setelah sebulan ikan dan udang dapat dijual untuk dibesarkan. Kunci suksesnya, lakukan bisnis pendederan di dekat usaha pembesaran, maksimal 3 jam dari lokasi. Semakin dekat semakin baik. Mengangkut ikan dan udang ukuran gelondongan butuh lebih banyak ruang dan oksigen, apalagi jika lokasi jauh, risiko kematian benih gelondongan menjadi besar.
Komoditas yang dapat dikembangkan untuk usaha pendederan diantaranya udang dan ikan nila. Benih nila yang dipakai adalah yang sudah ditetaskan dalam kondisi payau. Induk nila hasil adaptasi tetap mampu memijah di 10-15 ppt. Kakap putih juga mudah beradaptasi di lingkungan payau. Selain itu kerapu jenis kerapu lumpur dan macan juga bisa dikembangkan. Jenis lumpur lebih mampu beradaptasi di tambak dengan salinitas yang lebih rendah dan berlumpur, seperti namanya. Pemeliharaan benih kakap lebih mudah dibanding kerapu.
Memanfaatkan Air Stagnan
Pada tingkat yang paling parah, tambak yang berhenti beroperasi karena kekurangan air yang ekstrim. Alternatifnya adalah memanfaatkan hujan dan air dari sumur bor. Petakan daapt dilapisi terpal supaya air bertahan lebih lama. Jika air hujan yang dipakai, ikan yang dipelihara tentu ikan air tawar yang sedikit memerlukan ganti air seperti ikan gurame dan lele. Keduanya dapat dipelihara untuk segmen pendederan,  pembesaran hanya untuk lele karena waktunya singkat. Air sumur bor yang bersalinitas payau digunakan untuk komoditas payau. Air ini tidak bisa ditebar ikan namun perlu diendapkan terlebih dulu supaya kandungan yang tak diinginkannya menguap atau mengendap.
Memanfaatkan tambak terbengkalai perlu kejelian. Solusi di tiap tempat bergantung pada kemampuan modal petambak, keterampilan teknis, ketersediaan air, dan kondisi budidaya di sekitarnya. Diatas semua itu kemauan petambak untuk mencari solusi adalah segalanya.