23/10/10

Filsafat Akuakultur: Mencari Sisi Filosofis dari Akuakultur


 @Ibnu Sahidhir
Pernahkah anda memelihara ikan lele ? Pernahkah Anda memelihara ikan mas ? Atau bandeng, kerapu macan, udang, rumput laut ? Atau Anda bahkan pernah mencoba semuanya ? Apakah kegiatan yang Anda lakukan tersebut bertujuan memperoleh uang atau sekedar kesenangan ? Jika untuk bisnis, apakah sebelumnya Anda mensurvey pasar, menghitung kebutuhan ikan masyarakat, mencatat fluktuasi harga ikan, pakan, modal awal untuk membangun kolam sehingga Anda berkesimpulan bahwa bisnis ini layak dilakukan ? Dan akhirnya apakah Anda benar-benar memperoleh uang yang diimpikan itu ? Jika tidak, ada masalah apa dengan bisnis ikan Anda ? 



Disini filsafat akuakultur akan mencoba memberi penerangan terhadap segala permasalahan akuakultur Anda. Mungkin Ia bukan solusi jitu namun ia mampu mengarahkan Anda apa yang seharusnya Anda kaji lebih lanjut. Kesenangan fisik terus-menerus pada suatu titik akan menjadi sangat memuakkan dan kerja kerasnya sepanjang hari akan tanpa makna jika tidak selalu direnungkan. Akuakultur perlu dicari akar filosofisnya.


Apa itu filsafat akuakultur dan apa objek kajiannya ?

Apa akuakultur itu.
Untuk menjawab ini, pertama kita harus menyepakati dulu pengertian akuakultur. Tanpa bertele-tele Saya mengajukan definisi akuakultur menurut Stickney (1978) dan Landau (1991) yakni sebuah kegiatan memelihara organisme air dengan tujuan memperoleh profit atau meningkatkan nilai tambah. Dengan kesepakatan pula kita sebut organism air itu sebagai ikan (fish) sesuai definisi FAO. Pertanyaan selanjutnya. Sekarang ini, organisme air apa yang telah menjadi komoditas bisnis dan akan menjadi komoditas bisnis dan telah dapat pula dipelihara oleh manusia ? berikut ini contoh kategoris dari komoditas tersebut

1. Ikan bersirip untuk konsumsi : Salmon, Karper, Sturgeon, Bawal, Baung, Patin, Araipama, Lele, Betok, Sepat, Gabus, Sidat, Belut, Gurami, Tawes, Nila, Kerapu, Bawal Bintang, Cobia, Bandeng, Tuna, Kuda Laut, Tangkur Buaya. 
2. Ikan bersirip untuk hiasan : Arwana, Lou Han, Neon Tetra, Cupang, Guppy, Molly, Ekor Pedang, Discus, Koi, Sepat Mutiara, Badut/Nemo. 
3. Udang-udangan : Udang Galah, Udang Penaeid (Windu, Vanname, Putih), Lobster, Yabby, Kepiting, Rajungan. 
4. Hewan Lunak : Kerang hijau, Tiram, Tiram Mutiara, Kerang Darah, Abalon.
5. Tumbuhan : Rumput Laut (Gracillaria, Cottoni, Laminaria).


Praktisi akuakultur menangkap pesan kebutuhan pasar terhadap ikan dan berusaha untuk mengembangkan komoditas tersebut dengan memahami bagaimana membuat wadah pemeliharaan, menyediakan pakan dan menjaga kondisi lingkungan sehingga selalu sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap komoditas. Kemampuan teknis ini akan menghasilkan produksi optimal per luasan lahan per waktu. Untuk memperoleh profit ia akan berusaha menghemat biaya sekecil mungkin dan mencari cara supaya ikannya dihargai setinggi-tingginya.


Apa itu filsafat ?
Setelah memiliki gambaran tentang apa itu akuakultur, kita beralih pada pengertian filsafat. Filsafat yang secara harafiah berarti mencintai kebenaran, berusaha memahami pengetahuan hakiki segala yang ada dan mungkin ada. Karena ia berupa pemahaman maka yang diperoleh orang yang berfilsafat hanya keterangan pikiran karena menjadi lebih tahu (pengetahuan) oleh karena itu filsafat tidak membuat orang menjadi bisa (keterampilan). Karena filsafat ingin mengkaji yang hakiki maka pertanyaan-pertanyaan filosofis selalu mengarah pada yang mendasar, tujuan sebenarnya, dan yang berlaku universal. 

Untuk memudahkan analisisnya, filsafat harus bersifat proses berpikir yang sistematis untuk itu ia membutuhkan alat-alat yakni bahasa, logika, dan matematika. Bahasa digunakan untuk menjelaskan batasan-batasan pernyataan sehingga dapat dikaji kebenarannya. Logika membantu menunjukkan keberurutan ide satu dengan ide yang lain, kaitannya, relevansinya dan bagaimana menyimpulkan pernyataan-pernyataan yang berhubungan. Kemudian, matematika berguna untuk mempersingkat relasi-relasi pernyataan, sehingga bahasa logika menjadi ekonomis, menyimpulkannya pun menjadi lebih ringkas.


Jadi, filsafat akuakultur itu ?
Merujuk konsep diatas, filsafat akuakultur dapat diartikan sebagai pemahaman secara sistematis, mendasar, dan menyeluruh tentang segala kegiatan memelihara organisme air yang bertujuan mendapatkan atau memungkinkan mendatangkan profit. Namun karena akuakultur itu berangkat dari alam nyata maka permasalahan yang diajukan dalam filsafat akuakultur juga nyata atau mungkin akan menjadi nyata. Jika pada pertanyaan-pertanyaan di paragraph 1 Anda telah menjawab sampai kalimat terakhir, maka Saya optimis Anda akan bisa mengikuti pemahaman akuakultur gaya ini. 

Bekerja sepanjang waktu untuk memelihara ikan tidak akan membuat Anda memahami akuakultur. Anda secara teratur harus berhenti sejenak dan bermenung diri untuk berusaha memahami apa yang sebenarnya sedang Anda kerjakan itu. Inilah bedanya manusia dengan hewan. Manusia bisa berefleksi: keluar dan memaknai aktifitas fisiknya, kemudian memperbaikinya. Akuakulturis yang baik akan membawa kegiatan memelihara ikannya ke saung-saung rindang untuk mengistirahatkan tubuh dan mengaktifkan pikiran, berpikir sejenak untuk mencari jawab pertanyaan-pertanyaan dari pengalaman kesehariannya. 


Mengapa ikan Saya hari ini tidak mau makan ? Dia sedang lebih butuh oksigen dari pada pakan. Mengapa ikan Saya lebih butuh oksigen ? Warna air terlalu pekat, fitoplankton terlalu banyak, ikan sudah sedemikian besar. Mengapa demikian ? kotoran telah terurai dan menjadi pupuk, air tidak pernah diganti, dan biomassa ikan tak dapat lagi ditunjang oleh oksigen di air. Apa yang harus Saya lakukan ? sedot kotoran, ganti air, pindah sebagian ikan. Seberapa banyak kotoran yang harus Saya sedot, air yang harus Saya ganti dan ikan yang harus Saya pindah ? sebanyak-banyaknya sampai ikan mau makan kembali.


Dengan demikian filsafat akuakultur itu bersifat dialektis -ada tanya jawab. setiap pertanyaan menginginkan jawaban dan setiap jawaban menimbulkan pertanyaan baru. Khas metode Socrates. Ini juga salah satu tips untuk menjadi seorang akuakulturis yang baik menurut Boyd (lihat materi ahli akuakultur) Seberapa banyak pertanyaan berkait yang dapat Anda jawab sebanyak itulah pemahaman filsafat akuakultur Anda. Kebenaran jawaban Anda selain tercermin dari logika berpikir yang konsisten juga terbukti secara nyata di lapangan.

Epistemologi Akuakultur: Bagaimana cara memperoleh pengetahuan akuakultur ?
Meninjau bahwa akuakultur adalah pengetahuan empiris maka kita menjadi paham bahwa pengetahuan ini hanya dapat diperoleh dengan rangsang inderawi. 


Fenomenologi. Cara pertama untuk memahaminya adalah dengan melihat gejala-gejalanya. Ruang dan waktu, misalnya di tambak pada sore hari, membantu kita untuk membuat film (video mental) dalam ingatan kita. Secara indrawi Anda dapat berlatih mengidentifikasi benih bagus dengan yang tidak dengan melihat caranya berenang. Anda bisa mengetahui tingkat stress induk dengan meraba lendir tubuhnya Anda dapat mengetahui kualitas pakan dengan menciumnya dan mengecapnya. Anda bisa memprediksi kerusakan kincir dan pompa air dengan menyimak suaranya. Daya tangkap indrawi yang membuat video mental yang sama diantara manusialah, yang membuat kita bisa saling berkomunikasi. Film ini akan menjadi alat dan bahan untuk perenungan.


Observasi sistematik. Metode ini menurut Saya adalah metode yang paling tepat untuk diterapkan dalam akuakultur untuk skala pembesaran. Semua pengambilan data berjalan secara parallel dengan mengikuti cara budidaya yang biasa dilakukan. Benih diamati kualitasnya, bagaimana tingkah lakunya ketika ia hidup di kolam, bagaimana cara makannya, bagaimana nasib kotorannya, apa pengaruhnya pada air dan mikroorganisme. Data-data historis ini akan menjadi alat utama untuk menjawab pertanyaan nilai SR, FCR dan SGR yang dihasilkan. Data ini akan menjadi sumber untuk membuat rekomendasi lebih lanjut cara-cara budidaya selanjutnya atau jenis coba-coba atau eksperimen apa yang harus dilakukan.


Coba-coba (Trial and Error). Coba-coba adalah salah satu ciri utama sains teknik. Bahkan dalam penyempurnaan sinar laser pun demikian. Dengan rekaman film yang sedemikian banyak, akuakulturis berpengalaman kemudian memotong dan menggabungkannya menjadi film baru dalam benaknya. Mereka mencoba mewujudkan film itu dalam kenyataan. Tepat atau tidak hasilnya akan menjadi bahan pertimbangan kembali dalam pembuatan film dan implementasi berikutnya. Tidak heran jika para engineer dan praktisi di lapangan lebih sering memberikan solusi dibanding para saintis. Kita sebut proses mental ini sebagai eksperimen imajiner (seperti tulisan Popper (1958) dan para ahli teori atom).


Eksperimen. Jika semua permasalahan sulit dipecahkan dengan coba-coba karena banyaknya variable yang berperan maka cara selanjutnya adalah dengan meniadakan pengaruh factor lain selain factor yang ingin diteliti untuk melihat pengaruh factor yang dipertanyakan. Sebagai contoh, seorang akuakulturis ragu apakah salinitas benar-benar berpengaruh pada pertumbuhan udang ukuran 4-20 gr. Keraguan ini timbul karena pengalamannya yang berhasil rendah pada salinitas tinggi namun bertentangan dengan pengalaman akuakulturis lain yang memelihara udang di salinitas tinggi. Keyakinan salinitas rendahnya akan berefek pada biaya tambahan untuk mengangkat air tanah dengan pompa. Jika berpengaruh maka pengaruhnya seberapa besar dan apakah seimbang dengan biaya tambahan untuk treatment salinitas yang dikeluarkan. Jika tidak maka apa yang salah dengan cara pemeliharaan udang sebelumnya. 

Pengendalian semua factor selain factor kunci seringkali sangat sulit diterapkan dan akibatnya eksperimen-eksperimen outdoor membawa hasil yang variatif. Hanya kejelian, ketekunan dan pengalaman meneliti yang dapat membuahkan hasil dari mencari pengetahuan dengan cara seperti ini. Sebaliknya eksperimen-indoor seringkali tidak membawa hasil praktis karena perlakuannya di lingkungan yang terbatas sama sakali tidak mewakili kondisi lingkungan sesungguhnya. Kedua-duanya memiliki kelemahan karena meneliti sebagian kecil factor dari banyaknya factor lain hanya karena alasan kerumitan jika harus meneliti banyak factor sekaligus.

Aksiologi Akuakultur: untuk apa kita mempelajari akuakultur ?
Perkembangbiakan manusia tidak bisa dihentikan kecuali dengan sesuatu yang tak beradab: dipaksa tak beranak, peperangan global, kematian karena kelaparan, bencana alam universal, dan wabah yang mendunia. Akuakultur sebagai penghasil pangan akan berperan sangat penting saat itu. Itu saja jika akuakultur masih layak hidup karena pengalihan prioritas penggunaan bahan pakan ikan untuk manusia, tekanan polusi air, prioritas penggunaan lahan untuk pemukiman dan ancaman kekacauan sosial. Walau itu pasti terjadi kita harus tetap optimis. 

Posisi akuakultur cukup unik karena ia mempelajari dunia air yang tidak pernah didiami manusia sehingga butuh ketekunan yang lebih baik. Namun air juga ibu dari makhluk hidup sehingga sekali ada makanan maka kehidupan akan cepat sekali tumbuh di air berkompetisi dengan ikan peliharaan dan kadang kala membunuhnya. Kita mempelajari akuakultur untuk menyediakan sumber pangan alternative bagi manusia, mengembangkan cara melestarikan hewan air dan meningkatkan nilai tambahnya sebagai alat hiburan. 

Memahami akuakultur juga membantu kita untuk sadar pentingnya daya dukung lingkungan, perannya dalam kesejahteraan kita dan peran makhluk hidup lain yang terpengaruh oleh aktivitas kita. Coba Anda lihat ikan dalam sebuah bak kecil yang dengan cepatnya menjadi keracunan oleh kotorannya sendiri atau mati karena berkembangnya mikroorganisme penyebab penyakit. Sebuah cermin yang amat jernih. 

Belajar akuakultur, terutama dalam pemeliharaan ikan di tambak, membuat kita semakin bijak bahwa kita sangat saling bergantung secara berantai dan kehilangan satu mata rantai maka rantai itu tak lagi dapat menjalankan kendaraan. Renungkanlah kesalingbergantungan antara kotoran-mikroorganisme-zooplankton-avertebrata-ikan dalam ekosistem tambak, maka akan kita dapati pemahaman indah tentang yang mati berubah menjadi hidup dan sebaliknya. Rantai jaman tetap berputar.