23/09/10

Lambouh 88 Hari di Tambak Tradisional

Budidaya udang lambouh secara tradisional perlu dilakukan sebagai bahan percontohan bagi masyarakat Aceh yang pada umumnya masih melakukan budidaya dengan system tersebut. Perekayasaan ini dilakukan di tambak tradisional dengan luas 600 m2. Benih udang lambouh yang ditebar adalah PL45 dengan kepadatan 7-8 ekor/m2. Pergantian air tidak dilakukan kecuali penambahan air tawar untuk mengganti kehilangan air karena penguapan dan perembesan. Dengan penambahan air tawar tersebut, salinitas turun secara bertahap dari 25 ppt ke 10 ppt. Pakan awal mengandalkan pakan alami yang tumbuh dari kesuburan tanah tambak dan pemupukan. Pakan diberikan setelah pakan alami habis yakni hari ke-45 (DOC). Panen dilakukan pada hari ke-88 ketika terlihat biomassa udang tidak sesuai dengan daya dukung tambak. Jumlah biomassa hasil panen yakni 59 kg dengan berat rata-rata 16.65 gr atau kepadatan biomassa 100 gr/m2. Nilai FCR diperoleh sebesar 0,68 dan Kelangsungan hidup 77%.


Kata-kata kunci: Budidaya tradisional, udang lambouh

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee

Ibnu Sahidhir2,  Widya Puspitasari2, Evayanti3,  Bukhari Is3
1 Disampaikan pada seminar Indonesian Aquaculture 2010, Bandar Lampung 4-7 September 2010
2Perekayasa pada Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee, Aceh
  Corresponding author:  [email protected], www.artaquaculture.blogspot.com
3Ahli udang pada Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee, Aceh


1.    Pendahuluan

Di Aceh, Udang lambouh relatif jarang dibudidayakan. Namun              demikian beberapa yang pernah mencobanya mengakui jika udang lambouh mampu tumbuh cepat dan memiliki daya tahan cukup tinggi (SR >40%). Untuk meningkatkan popularitasnya diperlukan banyak usaha diantaranya pelaksanaan tambak percontohan dengan hasil memuaskan.
Sekarang ini, mayoritas masyarakat Aceh menjalankan budidaya udang secara tradisional dengan memerlukan sedikit keterampilan teknis. Input terbatas tersebut menyebabkan produktifitas tambak tradisional rendah atau sangat rendah (100-300 kg/ha/siklus). Bahkan petambak sering mengalami gagal panen setelah berumur 1,5 bulan. Ketercatatan atau monitoring yang minim menyebabkan pencarian sebab-sebabnya kurang begitu jelas.
Akan tetapi, berdasarkan pemahaman jalannya ekosistem di tambak dapat diperkirakan penyebab rendahnya produktifitas dan kegagalan budidayanya. Produktifitas tambak ditentukan terutama oleh kesuburan tanahnya. Selain itu nutrient yang dating bersama air juga menambah kesuburannya. Unsur utama yang menunjang kehidupan dasar ekosistem adalah N, P dan K. unsure ini digunakan oleh tumbuhan air untuk berkembangbiak dan akhirnya menjadi makanan bagi rantai makanan diatasnya. Di tambak payau unsur N menjadi pembatas sedangkan P dan K dapat diperoleh dari erosi bebatuan. Tumpukan detritus sebelumnya selain menjadi sumber N tambak juga berfungsi sebagai dasar rantai makanan microbial seperti bakteri dan fungi yang menambah daftar menu bagi organisme diatasnya. Jika petambak tidak ingin bergantung pada ini, maka pakan tambahan wajib ditambahkan.
Dengan demikian jelas bahwa untuk meningkatkan produktifitas tambak dapat dilakukan dengan menambah unsur N, P, K langsung, detritus atau pakan tambahan. Namun persoalan selanjutnya adalah kebutuhan oksigen akan bertambah dan reduksi senyawa meningkat seiring dengan meningkatnya biomassa dalam tambak. Padahal konversi makanan menjadi biomasaa sangat bergantung pada ketersediaan oksigen. Hal ini akan mengurangi produktifitas tambak. Jadi dapat disimpulkan bahwa produktifitas tambak dapat diprediksi dari ketersediaan unsure-unsur penyusun biomassa dan oksigen. 

2.    Metodologi
Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan Desember-Februari 2010 di tambak tradisional Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee. Fasilitas yang digunakan adalah lahan tambak seluas 600 m2. Beberapa peralatan yang dipakai antara lain ember, jaring, seser, timbangan, jangka sorong, dan peralatan kualitas air. Bahan yang digunakan antara lain benih udang lambouh PL 18, 4800 ekor, air tawar, pakan udang, pupuk urea, saponin, SP36 dan kapur dolomit (CaMgCO3).
Tambak yang akan digunakan dikuras, kemudian dalam kondisi sedikit air ditebar air saponin (50 kg). Tambak dikeringkan kemudian diberi kapur dengan dosis 100 gr/m2. Air diisi setinggi 80 cm kemudian dilakukan pemupukan dengan urea 20 gr/m2 dan SP36 5 gr/m2. Setelah 2 minggu atau terlihat zooplankton sudah tumbuh, benih lalu ditebar. Setelah pakan alami habis pakan diberikan (setelah benih berumur 45 hari). Pengamatan dilakukan pada pertumbuhan udang, pakan alami dan kualitas air. Air tawar ditambahkan secara bertahap untuk menurunkan salinitas. Panen dilakukan setelah lingkungan tidak mampu lagi mendukung biomassa.


3. Hasil dan Pembahasan
Minggu pertama setelah pemupukan mulai terjadi blooming diatomae seperti skeletonema dan chaetoceros. Minggu ke-2 mulai banyak berkembangbiak zooplankton seperti cyclops dan calanus. Populasi diatom bertahan selama 1 bulan digantikan kemudian oleh alga hijau seperti chlorella dan chlamydomonas. Zoolankton yang banyak berkembang adalah jentik nyamuk. Alga hijau bertahan lebih dari 1 bulan. Turunnya populasi alga hijau dan semakin cerahnya air tambak lalu segera diikuti oleh berkembang biaknya cyanobacteria pada akhir masa pemeliharaan.

Fitoplankton













BGA













Alga hijau













Diatom













Minggu ke-
       1
   2
   3
   4
   5
   6
   7
   8
   9
   10
   11
   12
   13
Grafik 1. Perubahan populasi fitoplankton pada tambak stagnan.

Skeletonema

Chlorella


 
synechococcus
  
 
spirullina
larva calanus
calanus
jentik nyamuk


Selama 90 hari pemeliharaan dengan padat tebar sekitar 7-8 ekor/m2 dapat dihasilkan 59 kg udang dengan berat 16,65 gr per ekor. Pertumbuhan rata-rata mencapai 1,1% per hari. Kemampuan konversi pakan sangat baik yakni 0,68. Hasil akhir pemeliharaan dicapai kelangsungan hidup sekitar 77%.

Tabel 1. Produksi udang lambouh di tambak tradisional
No.
Uraian
Nilai

Satuan
1
Padat tebar
                    7.67

 ekor/m2
2
Produksi
                 59

 kg
3
Berat rata-rata
                 16.65

 gr
4
SR
77

  %
5
Carrying Capacity
                    0.98

 kg/m2
6
Pakan
                 40.00

 kg
7
FCR
                    0.68

 
8
AGR
1.1

%/hari


Dari hasil sampling pertumbuhan, pertumbuhan udang lambouh terlihat stabil dan berat udang pun cukup seragam. Pertumbuhan mulai terlihat setelah benih mencapai umur 2 minggu (DOC) dengan berat rerata 1,36 gr). Pencilan mulai muncul pada minggu ke-10. 

Dengan merujuk pada pengamatan pakan alami, tingkah laku udang dan kualitas air sebernarnya SR udang dapat ditingkatkan. Pertumbuhan cyanobacteria menunjukan bahwa unsur N sangat rendah dan kualitas air buruk sehingga tidak menunjang pertumbuhan pakan alami bermanfaat (Midlen and Redding, 1998). Cara terpraktis adalah memanen udang ketika plankton ini mulai tumbuh. Cara berikutnya adalah mengantisipasinya dengan menambahkan nitrogen tambahan semisal dari pupuk urea (Golez, 2008). Namun demikian kapasitas produksi air stagnan juga dibatasi oleh kenyataan bahwa anaerobic dasar tambak mendorong terbentuknya asam sulfide dalam tambak sulfat masam (Noor, 2004).
Hasil panen diatas dapat diekstrapolasikan menjadi 1000 kg/ha. Untuk meningkatkan produksi tambak tradisional. Beberapa pembahasn berikut ini dapat dijadikan rujukan. Berdasarkan perhitungan sederhana pencapaian produktifitas per ha dengan teknik tradisional dapat melalui 3 cara (Tacon, 1987; Hepher, 1988):
       Pupuk organic. Pemanfaatan bahan organic oleh udang untuk pupuk kandang kering (kotoran ayam) pada musim kering atau radiasi full di daerah tropis adalah sebesar 4,5. Dengan demikian dibutuhkan pupuk kandang sebanyak 4,5 ton/ha
       Pupuk anorganik.
Hasil biomassa udang 1000 kg
= 250 kg berat kering (asumsi berat kering = 25% berat basah)
= 150 kg protein (asumsi protein = 60% berat kering)
= 24 kg nitrogen (asumsi nitrogen 16% protein).
Asumsi pemanfaatan pakan (FCR) untuk pakan alami sebesar 10 maka dibutuhkan 240 kg nitrogen. Asumsi kadar urea 46% maka dibutuhkan pupuk urea minimal 520 kg. Penambahan pupuk fosfat bergantung pada kadar fosfat pada tanah dan air dengan perbandingan N/P 5.
Pupuk campuran. Keuntungan pemberian pupuk campuran adalah ketidaktergantungan pada produktifitas primer yang didukung fitoplankton akan tetapi dapat memanfaatkan rantai makanan detritus. Perhitungan input pupuk organic dan anorganik tetap mempertahankan perbandingan C/N/P 100:10:1.

4.       Kesimpulan
Budidaya Udang Lambouh dapat meningkatkan produktifitas tambak tradisional 3 kali lipat. Kesuksesan budidaya udang tradisional dapat ditingkatkan dengan memonitor faktor kritis ketersediaan pakan alami dan daya dukung lingkungan. Dapat disarankan pula untuk memperhatikan input unsur-unsur yang dimasukkan ke dalam tambak yang dapat mempengaruhi produktifitasnya

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Afriliana dan Mardoni atas kerjasamannya selama produksi serta seluruh rekan staf Divisi Pembenihan dan Pembesaran Udang, Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee.

Daftar Pustaka
Golez, N.V. 2008. Pond Preparation and Fertilization. Short Course Training in Workshop on Shrimp and Gracillaria Culture: New Trends for a Changing World. UBBADC, Aceh.
Hepher, B. 1988. Nutrition of Pond Fishes. Cambridge, UK. Cambridge University Press. 388 p
Midlen, A. and Redding, T.A. 1998. Environmental Management for Aquaculture. Chapman & Hall. 240 p.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 242 p.
Tacon. 1987. Nutrition and Feeding of  Farmed Fish and Shrimp – A Training Manual: The Essential Nutrients. FAO. Brazil