13/11/16

Manajemen pendederan ikan kerapu

 
Kerjasama dalam penelitian ikan kerapu antara pemerintah Indonesia (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut) dan Australia (ACIAR) menghasilkan buku yang bermanfaat ini.

Manajemen hatchery kerapu


Buku teknis ini berisi panduan untuk membenihkan kerapu skala rumah tangga. Ini adalah hasil kerjasama penelitian antara pemerintah Indonesia dan Australia. Lokasi riset di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Bali, Indonesia.

24/10/16

Aplikasi Serbuk Arang Aktif (Powdered Activated Charcoal) dalam Budidaya Ikan dan Udang

Pemanfaatan arang telah dikenal sejak jaman kuno. Catatan terawal menunjukkan bahwa orang-orang Mesir dan Sumeria sejak 3750 tahun sebelum masehi telah menggunakan arang untuk pemurnian bijih perunggu. Orang mesir menggunakannya untuk mengobati luka yang membusuk dan menyerap racun tercatat pada tahun 1550 sesuai papyrus. Catatan lain pada tahun 450 SM, orang India telah menggunakannya untuk pemurnian air minum. Penggunaannya meluas pada peradaban lain, baik karena belajar atau penemuan yang berdiri sendiri.

Akan tetapi, penggunaan arang teraktivasi baru muncul pada abad ke-19 dan diperdalam kegunaannya sampai sekarang. Arang teraktivasi atau singkatnya disebut arang aktif berbeda dari arang biasa berdasarkan kemampuan penyerapannya. Daya serap arang meningkat setelah dimurnikan dari berbagai pengotor dan diperluas pori-porinya melalui pemanasan tinggi dan penggunaan bahan kimia.

Penggunaan arang aktif dalam penyaringan air untuk keperluan akuakultur telah dikenal luas. Namun, berdasarkan pengamatan penulis, belum ada laporan atau tulisan yang menunjukkan pemanfaatan arang aktif jenis serbuk (powdered activated charcoal/PAC) dalam bidang ini. Partikel serbuk arang aktif berukuran 0,17-0,27 µm. Sedangkan ukuran diatasnya sampai 2 mm disebut granulated activated charcoal. Luas permukaan yang dihasilkannya dapat mencapai 500-1500 m2/gr. Tulisan ini menyajikan pengalaman dan pengamatan penulis tentang penggunaan serbuk arang aktif dalam budidaya ikan dan udang.

Sebagai obat
Dengan kemampuannya dalam menyerap racun dan bahkan mikroorganisme, serbuk arang dapat digunakan dalam pengobatan. Serbuk arang aktif dapat ditambahkan ke dalam pakan untuk menyerap racun akibat serangan bakteri pada usus biota budidaya. Serbuk arang aktif dilaporkan dapat mengurangi efek penyakit berak putih pada udang vannamei. Serbuk arang aktif ditambahkan pada pakan dengan perekat seperti kanji, alginat dan putih telur. Dosis serbuk arang aktif yang diberikan berkisar antara 1-4%.

Sebagai suplemen pakan
Serbuk arang aktif dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pakan untuk pembesaran ikan. Pengamatan jaringan epitel usus menunjukkan bahwa mikrofili usus ikan yang diberi pakan bersuplemen arang aktif lebih berkembang dibanding kontrol. Mikrofili pada usus ikan yang diberi arang aktif lebih panjang dan meluas (Foto 1). Hal ini akan meningkatkan daya serap usus terhadap nutrisi sehingga berefek pada menurunnya FCR.

Mekanisme yang mendasari fenomena ini belum begitu jelas. Mungkin, serbuk arang aktif menyerap mukus yang digunakan bakteri dalam pembentukan lapisan biofilm di permukaan epitel. Dengan begitu, jalur masuk nutrisi tidak terhalangi. Atau serbuk arang aktif menyerap bakteri usus sehingga pemanfaatan pakan oleh bakteri menjadi berkurang. Pengamatan isi usus menunjukkan bahwa arang yang berukuran kecil 50-150 µm banyak tertinggal di dalam fili usus.

Pengamatan pada kotoran usus menunjukkan banyaknya pakan alami seperti fitoplankton dan rotifer. Warna kotoran juga lebih hijau dan kompak. Kualitas air juga menjadi lebih baik. Terlihat dari nilai total ammonia nitrogen yang lebih rendah.

Percobaan pada pendederan ikan nila menunjukkan turunnya FCR. Ikan nila dengan berat awal sekitar 7 gr dipelihara selama 40 hari dengan pakan dengan kandungan protein rendah (17%). Serbuk arang aktif dimasukkan dalam formula pakan dengan dosis 1,5-3%. Hasilnya, diperoleh SR 100% dan FCR turun menjadi lebih rendah sebesar 0,2 dibanding kontrol. 

Pada pembesaran ikan nila di kolam semen menunjukkan bahwa pemberian serbuk arang aktif sebanyak 1,5% pada pakan dapat diperoleh FCR 1. Ikan nila dipelihara dalam kolam semen berukuran 150 m2 dengan kepadatan 30 ekor/m2 dan dipanen dengan ukuran 8-10 ekor/kg. Dengan cara ini diperoleh kelangsungan hidup ikan nila sekitar 85% selama pemeliharaan 3,5 bulan. Metodenya, serbuk arang aktif 1,5% dan kanji 1,5% dicampur air sebanyak 10% lalu dipanaskan. Bubur ini diaduk dengan pakan lalu diangin-anginkan. Persentase dihitung dari berat pakan.

Sebagai Bioremediator
Serbuk arang aktif juga berfungsi sebagai koagulan dalam pengolahan limbah. Koloid dan suspensi yang dapat berupa mikroorganisme dan bahan organik dapat diserap dan digumpalkan. Hal ini menguntungkan dalam budidaya ikan. Selain kualitas air dapat dijaga, penyakit juga bisa dicegah.

Udang windu. Pemberian serbuk arang aktif sebanyak 5 ppm pada persiapan air untuk pendederan benih udang windu menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa nitrogen anorganik, fosfat dan bakteri menjadi lebih rendah.
 
Hasilnya, kelangsungan hidup benur mencapai 97% lebih baik diatas kontrol (83%). Pemeliharaan selama 3 minggu dengan awal Postlarva 18. Pakan tepung rebon diberikan sebanyak 4,5 ppm/hari dengan kepadatan benih 2.500 ekor/m3.

Ikan kakap. Hasil positif juga terlihat pada pemeliharaan benih ikan kakap. Pemberian serbuk arang aktif sebanyak 1 ppm tiap 2-3 hari meningkatkan kelangsungan hidup menjadi 1,5-2 kali lipat (dari 10%  menjadi15-20%). Dalam hal ini, larva ikan kakap dipelihara selama 20 hari tanpa ganti air dengan kepadatan 5.000 ekor/m3.

Udang galah. Pada pemeliharaan larva udang galah, kelangsungan hidup benih bahkan dapat meningkat menjadi 3 kali lipat. Tanpa pemberian serbuk arang aktif diperoleh kelangsungan hidup 10%. Perbedaan sangat nyata muncul setelah pemberian serbuk arang aktif 1 ppm/hari. Kelangsungan hidup meningkat menjadi 30%. Sepadat 20.000 ekor larva/m3 dipelihara pada salinitas 12 ppt. Setelah 23 hari sebagian sudah mencapai tahap postlarva.
Pada pemeliharaan tokolan udang galah, hasilnya bahkan sangat mengesankan. Pemeliharaan postlarva dengan kepadatan 10.000 ekor/m3 diperoleh SR 98%. Benih dipelihara selama 30 hari tanpa ganti air. Tokolan udang galah lebih seragam dengan panjang 3-5 cm dengan perbandingan 80%:20% secara berurutan.