28/09/10

Perbedaan Salinitas dan Pertumbuhan Nila Merah


Eurihaline menyebabkan ikan nila merah dapat hidup di perairan tawar hingga perairan bersalinitas. Perekayasaan ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan tingkat pertumbuhan benih ikan nila  merah (Oreochromis sp.) pada salinitas yang berbeda (0,15 dan 30 ppt). Perkayasaan ini menggunakan metode eksperimental laboratorium, dan rancangan acak lengkap. Benih ikan nila merah berukuran ± 2 gram dipelihara selama 30 hari dalam 3 perlakuan dan 3 kali ulangan, yakni perlakuan A bersalinitas 0 ppt, perlakuan B bersalinitas 15 ppt dan perlakuan C bersalinitas 30 ppt. Proses aklimatisasi dilakukan terhadap perlakuan B dan C, dengan meningkatkan salinitas 5 ppt per hari. Pakan diberikan 5 % bobot tubuh setiap harinya dengan kadar 38 % protein. Hasil perekayasaan menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak (W), rasio konversi pakan (FCR) dan laju pertumbuhan harian (SGR) antar perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Nilai W, FCR dan SGR yang baik diperoleh pada perlakuan B (15 ppt), dengan menggunakan uji BNJ diperoleh bahwa perlakuan B (15 ppt) dan perlakuan C (30 ppt) tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai W, FCR dan SGR  perlakuan B dan C berbeda nyata terhadap kondisi 0 ppt (P<0,05). Kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila merah pada perekayasaan ini adalah hidup 100 %.



Kata-kata kunci: benih ikan nila merah (Oreochromis sp.), salinitas, pertumbuhan.

Pengaruh Perbedaan Salinitas terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.)

Oleh: Aulia Rahma, Ibnu Sahidhir

1.                  Pendahuluan

Perikanan budidaya merupakan salah satu sektor yang berperan penting di bidang ketersediaan pangan perikanan disamping perikanan tangkap. Salah satu komoditas perikanan budidaya bernilai ekspor adalah ikan nila merupakan spesies yang memiliki potensi untuk dibudidayakan di wilayah tambak pesisir adalah ikan nila merah (Oreochromis sp.). Ikan nila merah merupakan ikan yang memiliki daya tahan tubuh dan adaptasi yang baik. Salah satu adaptasi yang dapat dilakukan oleh ikan nila adalah adaptasi fisiologis terhadap rentang salinitas yang
tinggi karena ikan nila tergolong ikan eurihaline dan memiliki potensi untuk menyesuaikan diri pada salinitas air laut (± 35 ppt) (Watanabe,1989).
 Pembudidayaan ikan nila (Oreochromis niloticus) tergolong mudah dan membutuhkan biaya produksi (cost production) yang minim dibandingkan pembudidayaan udang dan ikan kerapu. Resiko terkena penyakit atau hama pada ikan nila relatif lebih kecil dibandingkan dengan udang. Ikan nila juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap kisaran pH dalam kondisi asam atau basa (Khairuman dan K. Amri, 2007).
 Berdasarkan hal di atas, ikan nila diduga dapat direkomendasikan menjadi salah satu komoditas pesisir yang dapat meningkatkan produktifitas tambak. Akan tetapi, dugaan tersebut belum dapat dipraktekkan secara langsung di lapangan. Salah satu aspek yang harus dikaji terlebih dahulu adalah pengaruh perbedaan salinitas  terhadap pertumbuhan ikan nila merah (Oreochromis sp.). Hal tersebut dianggap perlu diteliti lebih lanjut dikarenakan ikan nila tergolong ikan air tawar meskipun memiliki potensi hidup di air yang bersalinitas payau atau laut.
 Perekayasaan ini bertujuan untuk membandingkan tingkat pertumbuhan benih ikan nila  merah (Oreochromis sp.) pada salinitas yang berbeda (tawar, payau dan laut) dengan memperhitungkan pertumbuhan mutlak, rasio konversi pakan, laju pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup.

2.                  Materi dan Metode


Materi
           
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam perekayasaan  ini tertulis pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.
 Tabel 3.1. Peralatan Perekayasaan

Tabel 3.2 Bahan Perekayasaan








Metode

Kegiatan Perekayasaan  menggunakan metode eksperimental laboratorium, yang dilakukan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan menggunakan suatu kondisi perlakuan laboratoris kepada beberapa kelompok (Sumadi, 1987). Hasil dari perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan tersebut adalah :    
A :  Benih ikan nila merah yang dipelihara pada salinitas 0 ppt (kontrol).
B:   Benih ikan nila merah yang dipelihara pada salinitas 15  ppt.
C:   Benih ikan nila merah yang dipelihara pada salinitas 30  ppt.
            Akuarium disusun acak menggunakan perhitungan angka random dengan posisi sejajar dalam satu garis. Pengaturan posisi akuarium dapat dilihat pada Gambar 3.1.

A1
C2
B3
C1
A3
B1
C3
A2
B2

Gambar 2.1 Penempatan Akuarium yang Disusun Acak

Aklimatisasi Benih terhadap Media Bersalinitas

Benih ikan nila yang digunakan pada percobaan ini pada awalnya merupakan benih yang hidup di media air tawar. Benih yang hidup di media air yang bersalinitas 15 ppt (perlakuan B) dan 30 ppt (perlakuan C) diperoleh melalui proses aklimatisasi untuk menghindari stress akibat salinitas. Proses aklimatisasi tersebut dilakukan dengan meningkatkan salinitas secara bertahap. Salinitas air akuarium ditingkatkan 5 ppt per hari. Waktu yang di butuhkan untuk mencapai perlakuan B (15 ppt) adalah 3 (tiga) hari dan untuk mencapai perlakuan C (30 ppt) adalah 6 (enam) hari.

Proses peningkatan salinitas air akuarium dilakukan dengan mencampurkan air laut dengan air tawar. Air laut diperoleh melalui saluran yang terhubung secara langsung dengan perairan laut Ujong Batee. Sistem aerasi digunakan pada akuarium untuk menjaga kondisi DO optimum dan membantu proses pencampuran air laut agar tercipta kondisi media yang homogen. Berat awal (Wo) dihitung setelah benih ikan mengalami aklimatisasi.
Tabel 3.3 Penambahan Salinitas pada Setiap Perlakuan
Perlakuan
A
B
C
Penambahan Salinitas
Tanpa penambahan salinitas
5 ppt/hari
(selama 3 hari)
5 ppt/hari
(selama 6 hari)
Salinitas Akhir
0 ppt (tetap)
15 ppt
30 ppt

Salinitas air laut yang digunakan untuk meningkatkan salinitas air di akuarium adalah ± 30 ppt. Dengan menggunakan persamaan (1), yakni (Keenan, 1990) :
V1. M1 =V2. M2 ................................................. (1)
Keterangan :
V1 = Volume air laut
M1 = Salinitas air laut (35 ppt)
V2 = Volume air tawar
M2= Salinitas yang diinginkan
maka perbandingan percampuran air laut dengan air tawar untuk memperoleh media bersalinitas yang diinginkan setiap harinya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4. Perbandingan Volume Air Laut : Air Tawar untuk Perlakuan B dan C

Salinitas
Air Laut : Air Tawar

Perlakuan B
Perlakuan C
Perlakuan B
Perlakuan C
Hari -1
5 ppt
5 ppt
     1 : 6
1 : 6
Hari -2
10 ppt
10 ppt
     2 : 6
2 : 6
Hari -3
15 ppt
15 ppt
     3 : 6
3 : 6
Hari -4

20 ppt

4 : 6
Hari -5
25 ppt
5 : 6
Hari -6
30 ppt
6 : 6

Pemeliharaan Ikan Uji

Setelah melewati proses aklimatisasi, ikan-ikan uji dipelihara. Ikan yang akan dipelihara ditimbang terlebih dahulu. Setiap akuarium diisi 10 ekor ikan.  Volume air di setiap akuarium adalah 100 liter. Ketika diberi perlakuan sesuai dengan kadar salinitas yang sudah ditentukan, volume air tetap 100 liter.

Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan dalam bentuk pelet terapung dengan komposisi 38 % protein.  Pakan diberikan dengan metode  Restricted Ratio, yakni pemberian pakan dengan menggunakan takaran yang dibatasi (Goddard, 1996). Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari bobot tubuh ikan. Bobot pakan setiap minggunya mengalami berubahan, disesuaikan dengan perhitungan bobot ikan mingguan. Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.30, 13.00 dan 17.00 WIB. Komposisi nutrisi pakan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 . Komposisi Pakan
Nutrisi
Komposisi
Protein Kasar minimum
38 %
Karbohidrat
32 %
Lemak Kasar minimum
2 %
Serat kasar maksimum
3 %
Abu kasar maksimum
13 ‰
Kadar air maksimum
12 ‰

Pemeliharaan Media

Kualitas air pada tiap perlakuan harus dijaga sesuai dengan kadar optimalnya. Parameter kualitas air (kecuali salinitas) pada setiap akuarium harus tidak berbeda signifikan agar tidak mempengaruhi perbedaan pertumbuhan benih ikan di setiap akuarium. Perawatan kualitas air dilakukan dengan melakukan pensifonan guna membersihkan kotoran yang mengendap di dasar akuarium setiap hari. Volume air maksimal yang diganti pada saat pensifonan adalah 30 % dari volume awal.

Pengamatan Benih

            Pengamatan pertumbuhan benih ikan nila  merah dipastikan dengan mengukur bobot tubuh ikan menggunakan timbangan digital. Berat awal (Wo), diukur setelah benih ikan mengalami aklimatisasi salinitas yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh data yang akurat dan mensesuaikan jumlah pakan terhadap bobot tubuh ikan dilakukan pengukuran  bobot ikan secara mingguan. Berat akhir (Wt), diukur setelah benih ikan dipelihara selama 30 (tiga puluh) hari setelah pengukuran berat awal (Wo). Effendi (1979) menyatakan bahwa kelangsungan hidup, pertumbuhan ikan dan konversi pakan dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut :
-          Pertumbuhan mutlak (W)
                  W = Wt – Wo ...............................................      (2)
Keterangan :
W      = Pertambahan berat mutlak (g)
Wo    = Berat hewan uji pada awal penelitian (g)
Wt     = Berat hewan uji pada akhir penelitian (g)
-           Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
                   SGR = LnWt-LnWo x 100 %.......................       (3)
                                        T
Keterangan :
SGR = Laju pertumbuhan harian
Wo    = Berat hewan uji pada awal penelitian (g)
Wt     = Berat hewan uji pada akhir penelitian (g)
T       = Waktu penelitian (hari)

-          Konversi Rasio Pakan (FCR)
FCR =         F          ............................................  (4)
                                  Wt – Wo
Keterangan :
FCR    = Food Conversion Ratio ( rasio konversi pakan)
Wo      = Berat hewan uji pada awal penelitian (g)
Wt       = Berat hewan uji pada akhir penelitian (g)
F          = Jumlah pakan yang dikonsumsi (g)

-          Kelangsungan Hidup (SR)
                  SR = Nt x 100 %      .........................................    (5)
                           No
Keterangan :
SR       = Kelangsungan Hidup benih nila (%)
No       = Jumlah ikan pada awal penelitian
Nt        = Jumlah ikan pada akhir penelitian

Pengamatan Kualitas Air
           
Selain pengamatan terhadap benih ikan, juga dilakukan pengamatan kualitas air. Pada 9 (sembilan) akuarium tersebut dilakukan perhitungan parameter kualitas air, meliputi perhitungan oksigen terlarut (DO), pH, salinitas dan suhu setiap harinya yang diukur pada pukul 09.00 – 11.00 Wib.
           
Untuk melihat besarnya pengaruh perbedaan salinitas terhadap pertumbuhan benih ikan nila dilakuakan uji analisis varian untuk rancangan acak lengkap yang memiliki model linier bersifat aditif (Sudjana, 1991), dengan persamaan :
Yij  = µ + Ï„i + ϵij .....................................  (6)
dimana :
Yij   =     Variabel yang diamati pada pertumbuhan benih ikan nila merah pada perlakuan ke-i (i=1,2,3 / A, B, C) dan ulangan ke-j (j=1,2,3)
µ    =     Rata-rata umum
Ï„i     =     Efek perakuan ke-i
 Ïµij =     Kesalahan/ Galat pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
           
Jika terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji lanjutan dengan ketentuan (Hanafiah,1991) :
1.        Jika Koefisien korelasi besar (≥ 10 %), uji lanjutan yang digunakan adalah uji Duncan.
2.        Jika Koefisien sedang (5-10 %), uji lanjutan yang digunakan adalah uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
3.        Jika Koefisien korelasi kecil (≤ 5 %), uji lanjutan yang digunakan adalah uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

Uji analisis varian dilakukan dengan perhitungan manual dan software SPSS 15.

3.      Hasil

Pertumbuhan Mutlak (W)

Berdasarkan grafik pertumbuhan (Gambar 4.1) perbedaan pertumbuhan mutlak antar perlakuan mulai terlihat pada hari ke tujuh. Kecenderungan itu semakin tajam sampai hari ke-30. Grafik pertumbuhan benih ikan nila merah selama penngamatan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan Ikan Nila Merah

Pada akhir kegiatan Perekayasaan  (hari ke-30), pertumbuhan mutlak benih ikan nila merah di salinitas yang berbeda adalah berbeda nyata (P<0,05). Nilai pertumbuhan mutlak tertinggi diperoleh pada salinitas 15 ppt dengan rata-rata  10,95 gram, kemudian diikuti pada salinitas 30 ppt dengan rata-rata 10,39 gram. Dengan menggunakan uji BNJ (beda nyata jujur) diperoleh hasil, bahwa perbedaan nyata terjadi pada kondisi salinitas 0 ppt terhadap kondisi salinitas 15 ppt dan 30 ppt, dengan rata-rata pertumbuhan mutlak untuk salinitas 0 ppt (W) adalah 8,28 gram. Sedangkan W pada salinitas 15 ppt dan 30 ppt tidak berbeda nyata. Perbedaan pertumbuhan mutlak antar salinitas dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2     Rata-rata pertumbuhan Mutlak (W)

Pertumbuhan mutlak antar salinitas di setiap perulangan dapat dilihat pada 

Tabel 4.1 Pertumbuhan Mutlak (W) Benih Ikan Nila Merah (gram)
Perlakuan
Ulangan
Total
Rata-rata
1
2
3
A (0 ppt)
8,66
7,94
8,23
24,83
8,28 ± 0,36
B (15 ppt)
10,91
11,24
10,69
32,84
10,95 ± 0,28
C (30 ppt)
10,19
10,38
10,6
31,17
10,39 ± 0,21

Rasio Korversi Pakan (FCR)

Goddard (1996) menyatakan, Rasio konversi pakan pada ikan merupakan kemampuan ikan merubah pakan (gram) untuk menambah bobot tubuhnya (gram). Rasio konversi pakan (FCR) benih ikan nila merah (berat ± 2 gr) yang dipelihara pada rentang salinitas 0–30 ppt selama 30 hari berkisar antara 0,7 - 0,9. FCR di setiap perlakuan adalah berbeda nyata (P<0,05). FCR terbaik diperoleh pada salinitas 15 ppt, yaitu 0,7473, diikuti FCR pada salinitas 30 ppt, yaitu 0,7670 dan yang terendah pada salinitas 0 ppt yaitu 0,8724. Dengan menggunakan uji BNJ, diperoleh hasil bahwa FCR pada kondisi 15 ppt dan 30 ppt adalah tidak berbeda nyata. Akan tetapi, FCR kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap FCR perlakuan 0 ppt (P<0,05). Nilai rasio konversi pakan (FCR) dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rasio Konversi Pakan (FCR)
Perlakuan
Ulangan
Total
Rata-rata
1
2
3
A (0 ppt)
0,8427
0,9007
0,8738
2,6172
0,8724±0,03
B (15 ppt)
0,7504
0,7346
0,7569
2,2419
0,7473±0,01
C (30 ppt)
0,7773
0,7664
0,7574
2,3011
0,7670±0,01
Laju Pertumbuhan Harian (SGR)

Laju pertumbuhan harian (SGR) benih ikan nila merah yang dipelihara selama 30 hari berkisar antara 4 – 6 %. Nilai SGR pada kondisi 0 ppt yakni 4,7184 % adalah yang paling rendah dan berbeda nyata terhadap kondisi SGR pada salinitas 15 ppt  (5,4396%) dan salinitas 30 ppt (5,2897%) (P<0,05). Akan tetapi, SGR pada kondisi 15 ppt tidak berbeda nyata terhadap kodisi 30 ppt (P>0,05). Nilai laju pertumbuhan harian (SGR) dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
Perlakuan
Ulangan
Total
Rata-rata
1
2
3
A (0 ppt)
4,8396%
4,6109%
4,7047%
14,1552%
4,7184%
B (15 ppt)
5,4293%
5,5113%
5,3783%
16,3189%
5,4396%
C (30 ppt)
5,2183%
5,3012%
5,3495%
15,8690%
5,2897%

Kelangsungan hidup (SR)

Kelangsungan hidup benih ikan nila pada saat aklimatisasi dan pada saat pemeliharaan dalam kurun waktu 30 hari penelitian adalah 100 % hidup. Akan tetapi, menurut pengamatan harian yang telah dilakukan, pada hari ke-21, seekor ikan yang dipelihara pada kondisi salinitas 30 ppt mengalami luka di kulit bagian

4.      Pembahasan

Effendi (1997) menyatakan bahwa, secara sederhana, pertumbuhan merupakan proses pertambahan dimensi tertentu dalam kurun waktu tertentu. Akan tetapi, pertumbuhan merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu merupakan pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel yang terjadi akibat kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Pada penelitian ini, pertumbuhan benih ikan nila merah yang diukur dengan menggunakan perhitungan W, FCR, SGR dan SR adalah berbeda nyata antar perlakuan. Dimana, pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan B (15 ppt), sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada perlakuan A (0 ppt). Dengan menggunakan uji lanjutan BNJ, diperoleh bahwa perlakuan B (15 ppt) adalah tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (30 ppt) dan kedua perlakuan tersebut (B dan C) berbeda nyata dengan perlakuan A (0 ppt).
 Perbedaan pertumbuhan antar perlakuan pada penelitian ini disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berhubungan dengan proses pertumbuhan ikan adalah metabolisme, penggunaan energi metabolisme, hormon pertumbuhan dan mitosis. Boeuf and Payan (2001) menyatakan bahwa, beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan adalah energi metabolisme, tingkat pasokan pakan, tingkatan pencernaan protein dan stimulasi hormon. Menurut Fujaya (2004), ikan akan mengkonsumsi pakan hingga memenuhi kebutuhan energinya, sebagian besar pakan digunakan untuk proses metabolisme dan sisanya digunakan untuk beraktifitas lain seperti pertumbuhan. Pada penelitian ini, kemampuan populasi ikan di tiap akuarium dalam menghabiskan pakan adalah sama. Akan tetapi, kemampuan benih ikan nila merah mengkonversi pakan (FCR) menjadi bobot tubuh adalah berbeda nyata antar perlakuan.  Benih ikan nila merah pada perlakuan B (15 ppt) memiliki FCR yang terbaik.
 Pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan B (15 ppt), diakibatkan  banyaknya faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan seperti yang dipaparkan Fujaya (2004) dan Bouef and Payan (2001). Kondisi 15 ppt, merupakan kondisi yang paling dekat dengan kondisi isoosmotik. Chhorn (2006) dan El-Sayed (2006) menyatakan bahwa 12,5 – 15 ppt merupakan salinitas yang mendekati kondisi isoosmotik pada ikan nila. Sedangkan Villee dan Walker (1999) menyatakan konsentrasi cairan internal pada vertebrata air mencapai level 1% (10 ppt). Boeuf and Payan (2001) berpendapat bahwa, pada kondisi isoosmotik, ikan hanya sedikit menggunakan energi metabolisme untuk proses osmoregulasi. Dapat dikatakan bahwa, benih pada perlakuan B (15 ppt) hanya sedikit menggunakan energi metabolisme dan mengalokasikannya untuk meningkatkan bobot tubuh.
 Kondisi benih ikan nila merah pada perlakuan A (0 ppt) dan C(30 ppt) adalah sama dalam proses osmoregulasi, dimana kedua kondisi tersebut membutuhkan lebih banyak energi untuk menyeimbangkan cairan dan garam internal tubuhnya. Ikan di air tawar menghadapi kondisi kehilangan garam internal dan masuknya cairan eksternal ke dalam tubuh, sedangkan pada air laut ikan mengalami pemasokan garam eksternal ke dalam tubuh dan pengeluaran cairan internal tubuh. Bouef and Payan (2001) mengemukakan bahwa, ikan di air laut memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi daripada di air tawar. Seperti yang diungkapkan Sharaf et al. (2004), terdapat perubahan fisiologi terjadi di insang pada benih ikan nila di air payau dan laut dengan munculnya cell chloride dan enzym Na+K+ATPase. Cell chloride ikan di air laut lebih banyak daripada di air tawar, dimana sel tersebut kaya akan mitokondria yang berfungsi dalam metabolisme sel. Fujaya (2004) mengatakan, Na+K+ATPase berfungsi dalam proses pemompaan NH4+ dan H+ dari dalam tubuh ikan ke lingkungan dan proses penyediaan ATP.
 Satu faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah stimulasi hormon. Fujaya (2004) mengatakan bahwa, hormon pertumbuhan meningkatkan transpor asam amino melalui membran atau mempercepat proses kimia sintesis protein sehingga protein jaringan bertambah. Selain itu, hormon pertumbuhan meningkatkan kecepatan pengeluaran lemak dari depot lemak sehingga lemak tersedia sebagai sumber energi. Oleh karena itu, pada pelitian ini, tingginya nilai pertumbuhan mutlak pada kondisi 15 ppt dan 30 ppt diakibatkan oleh besarnya pengaruh hormon yang menstimulasi pertumbuhan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Aboumurad (2009) yang meneliti tingkat Growth Hormone (GH) pada Oreochromis niloticus, Oreochromis aureus dan hibrid antara keduanya yang dikondisikan dari air tawar hingga air laut. Dengan menguji level plasma GH pada jaringan hati diperoleh hasil bahwa GH meningkat seiring dengan meningkatnya salinitas. GH ikan nila pada kondisi air laut dan air payau lebih tinggi daripada kondisi air tawar dan pertumbuhan mutlak ikan nila di air laut lebih tinggi dan berbeda nyata daripada pertumbuhan ikan nila di air tawar. Oleh sebab itu pada penelitian ini, ikan perlakuan C (30 ppt) mengalami pertumbuhan yang sama baiknya dengan perlakuan B (15 ppt), sedangkan perlakuan A (0 ppt) mengalami pertumbuhan yang terendah akibat tidak adanya stimulasi hormon pertumbuhan.
 Pengukuran parameter kualitas air (suhu, pH dan DO) yang diperoleh setiap hari menunjukkan kisaran parameter yang mendukung pertumbuhan benih ikan nila merah. Suhu air berada pada kisaran 28,1-30,80C, pH berada pada kisaran 7,01-8,79 dan DO berada pada kisaran 3,21-5,93 mg/l. Kualitas air yang baik menyebabkan kelangsungan hidup (SR) benih ikan nila merah adalah 100 % hidup. Kelangsungan hidup (SR) 100% ini juga dipengaruhi akibat rendahnya padat tebar ikan di akuarium (1 ekor / 10 liter air), sehingga kompetisi ikan dalam mengkonsumsi oksigen terlarut di akuarium juga rendah. Penyiponan yang dilakukan secara berkala juga mendukung terjaganya kualitas air di akuarium.

5.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan perekayasaan yang telah dilakukan dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1.        Pertumbuhan mutlak (W) benih ikan nila merah pada salinitas yang berbeda adalah berbeda nyata. Dengan menggunakan uji BNJ, W yang baik diperoleh pada kondisi 15 dan 30 ppt yang saling tidak berbeda nyata  dan kedua kondisi salinitas tersebut berbeda nyata terhadap kondisi salinitas 0 ppt.
2.        Rasio konversi pakan (FCR) benih ikan nila merah pada salinitas berbeda adalah berbeda nyata. Dengan menggunakan uji BNJ, FCR yang baik diperoleh pada kondisi 15 dan 30 ppt yang saling tidak berbeda nyata dan kedua kondisi salinitas tersebut berbeda nyata terhadap kondisi salinitas 0 ppt.
3.        Laju pertumbuhan harian (SGR) benih ikan nila merah pada salinitas berbeda adalah berbeda nyata. Dengan menggunakan uji BNJ, SGR yang baik diperoleh pada kondisi 15 dan 30 ppt yang saling tidak berbeda nyata dan kedua kondisi salinitas tersebut berbeda nyata terhadap kondisi salinitas 0 ppt.
4.        Benih ikan nila merah yang dipelihara pada salinitas berbeda dengan padat tebar 1 ekor/ 10 liter dan parameter kualitas air yang mendukung memiliki kelangsungan hidup (SR) 100% hidup.

Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih pada seluruh staf Pembenihan Tilapia Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee.

Daftar Pustaka

Boeuf, G. and P. Payan. 2001. How salinity influence fish growth?.Elsevier Comparative Biochemistry and Physiology. Part C 1302001,411-423.
Chhorn, L. and C.D. Webster, 2006. Tilapia. Routledge taylor & francis group, USA.
Effendi, M. S., 1997. Metode Biologi Perikanan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
El-Sayed, F.A., 2006, “Tilapia Culture in Salt Water : Environmental Requirements, nutritional implications and Economic Potencials”. Makalah disajikan dalam VIII Simposium Internacional de Nutricion Acuicola, Meksiko, 15 – 17 November.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Goddard, S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, Australia.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez, 2007.  Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI press, Jakarta.
Hanafiah, K.A., 1991. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Grafindo, Jakarta.
Keenan, 1990. Kimia untuk Universitas. Erlangga, Jakarta.
Khairuman dan K. Amri, 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sharaf, M.M., S.M. Sharaf and H.I. El-Marakby, 2004. The Effect of Aclimatization of Fresh Water Red Hybrid Tilapia in Marine Water. Pakistan Journal of Biological Sciences, 7(4) 628 – 632.
Sudjana, 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito, Bandung.
Sumadi, S., 1987. Metodologi Penelitian. Rajawali, Jakarta.
Villee, C.A. dan Walker, W.F., 1999. Zoologi Umum, Terjemahan dari Zoology, oleh S. Nawangsari, Erlangga, Jakarta.
Watanabe, W.O., W.D. Head, B.L. Olla and R.I. Wicklund, 1989. Aquaculture of Red Rilapia (Oreochromis sp.) in Marine Environments : State and the Art. Aquacop Ifremer Actes de Collogue, 487 – 498.